PADANGPANJANG-SUMATERA BARAT
Sekretariat: Jln. Bundo kanduang No.35 Padangpanjang HP.081393286671 Email:sjdoesy@gmail.com

Senin, 25 Mei 2009

Naskah Lakon:



JAMBO "Inong Balee"
Karya: Wiko Antoni/Sulaiman Juned
Sutradara:Sulaiman Juned
Asisten Sutradara: Elvira Anggraini




Penokohan:

Zakiah
Azizah
Hamidah
Hayati





Sinopsis:
Menggendong peradaban luka
dalam babakan sejarah merindui
peruntungan jiwa di sudut hening
kita bergelut memungut wajah
yang terpasung ritus topeng.




Catatan Filosofi ’Inong Balee':
dalam sansai nyeri
di sukma. Menghitung timbunan tanah
sementara kita saling memangsa
Ah!














JAMBO (INONG BALEE)
Karya: Wiko Antoni/Sulaiman Juned



JAMBO (DANGAU). DI SILHUET DUA PENARI SEUDATI DENGAN GERAK PEULOT MANOK. SAYUP-SAYUP TERDENGAR LAGU SEULANGA KARYA RAFLI. AZIZAH DUDUK DI JAMBO SAMBIL MENGANYAM TIKAR, MATANYA SESEKALI MEMANDANG LEPAS KE BALIK BUKIT- TANPA DISADARI AIRMATANYA TELAH MEMBASAHI PIPI. AZIZAH MASUK.

01. Azizah
Kaseb! Sudahlah Zakiah. Biarkan suamimu menemukan kedamaian disisi yang kuasa. Tak ada guna membasahi bumi dengan air mata. Cukup isak, jadi komposisi musik duka lara tanah rencong. Api tak padam oleh air mata.

02. Zakiah
Api dihati tentu tak padam. Luka tak reda sakitnya bila menahan nyanyian kematian.

03. Azizah
Nyanyian kematian, milik yang kuasa. Kita dilarang mendendangkannya. Hentikan simponi airmata, nadanya terasa sangat sumbang. Kurasa kita harus segera menentang badai, rapatkan barisan menyongsong maut, menegakkan sendi kebenaran demi Aceh tercinta.

04. Zakiah
Piyoh Dilee. Tunggu dulu. Hanya dengan kekuatan wanita, apa yang dapat kita lakukan. Jangan bermimpi melakukan perlawanan bila tak memiliki kekuatan.

05. Azizah
Mimpi adalah kesadaran dalam ketidaksadaran. Sekarang waktunya mengakhiri mimpi buruk yang bertahun-tahun menidurkan bangsa ini dalam kepedihan. Kita harus bangkit menemukan kesadaran.

06. Zakiah
Kesadaran macam apa yang kau inginkan. Kematian bukan kesadaran tapi akhir sebuah perjuangan. Kurasa masih ada cara menghindari pertumpahan darah, dan sabit suatu saat pasti purnama. Bersabarlah.

07. Azizah
Saba! Kesabaran dan pengecut, sedikit bedanya. (MENGEJEK) Kurasa kau bukan pengecut yang lari dari maut. Kita harus segera menyongsong kenyataan, bukankah sejak dari endatu kita perang suci tidak hanya dilakukan oleh kaum Adam saja.


08. Zakiah
Berani dan gegabah, sedikit bedanya. Aku tak punya suami lagi, bila aku mati siapa yang mengurus anak-anakku.

09.Azizah
(CEPAT MEMOTONG SAMBIL TERTAWA). Untuk apa anak-anak kita diurus. Sebentar lagi mereka juga mati oleh peluru tak bermata.

10. Zakiah
(MENAHAN GERAM). Peluru memang tak bermata, tapi manusia punya kaki untuk lari dari maut.

11. Azizah
Lari. (TERTAWA LEPAS). Lari katamu, langit tak ada tangganya. Hanya ada dua pilihan, mati terhormat atau mati menjadi pengkhianat.

12. Zakiah
Terlalu mudah mengambil keputusan bukan ciri manusia bijaksana.

13. Azizah
Pengecut juga bukan sikap bijaksana.

14. Zakiah
Berpikir dan bertindak merupakan ciri kebijaksanaan. Sementara bertindak tanpa pikiran adalah kesia-siaan.

15. Azizah
Hidup ini adalah rangkaian keniscayaan. Siapa yang dapat menebak nasibnya. Siapa yang tahu kemalangan akan menimpa. Aku tak pernah menduga suamiku direnggut nyawanya oleh paskukan upah. Padahal saat kejadian ia pergi menjual hasil kebun, diiperjalanan kaum Ateuh meminta mengantar dagangan ke pinggir hutan. Saat kembali ia disekap oleh pasukan Upah, dipaksa mengaku kemudian dipukuli. (MENANGIS) Sejak itu, ia sakit-sakitan dan akhirnya meninggal. Memang, tetangga iri padanya, orang itu ingin membeli hasil kebun kami dengan murah, tapi suamiku menjual kepada orang lain. Orang itu melaporkan suamiku pada Upah. Sudah sering Upah menanyakan persembunyian kaum Ateuh padanya, ia memang tidak tahu apa yang harus ia jelaskan. (MARAH) Pasukan Upah itu seolah-olah Tuhan, apa yang diperintahkan harus diikuti, apa yang ditanya wajib dijawab. Aku harus membalas mereka, harus!

16. Zakiah
Itu kesalahan-pahaman, bukan. Jadi, orang yang iri kepada suamimu itu yang harus kau balas. Upah hanya melaksanakan tugas memburu kaum Ateuh.

17. Azizah
(KAGET. MARAH) Suamimu dibunuh Upah kan. Mengapa malah membela Upah. Kau lihat Upah-Upah itu menjadikan dirinya Tuhan dinegeri ini. Mencabut nyawa siapapun yang ia kehendaki, memukul orang yang tidak bersalah, memperkosa. Aku pernah jadi korban kebiadaban nafsu mereka, (MARAH BERCAMPUR SEDIH) bila upah-upah itu aku temukan tanpa pandang bulu, berkeinginan aku untuk membalas dendam. Mereka harus mati. (MENATAP ZAKIAH) apakah perlakuan merampas kehormatanku dihadapan suami saat dia sakit, dapat dibenarkan.

18. Zakiah
Itu tidak dapat dibenarkan. Mereka hanya orang suruhan, diperintah untuk melakukan intimidasi kepada siapa saja. Begitulah cara mereka mengorek informasi tentang keberadaan kaum Ateuh. Mereka hanya menjalankan tugas sesuai perintah atasan, bila diperintah memperkosa, ia pasti lakukan, dapat perintah membunuh itupun musti dilakukan.

19. Azizah
Prak Laju. Omong kosong. Aku tak mengerti jalan pikiranmu, kau terlalu lemah dan pengecut!

20. Zakiah
Meunoe. Begini maksudku, kita masih bisa berharap para Upah itu meninggalkan negeri ini tanpa memperbanyak korban. Kurasa sama dengan hukum berburu, pemilik anjing harus kita paksa mengikat anjingnya.

21. Azizah
(JENGKEL) Sabar, sampai kapan! Terlalu sabar membiarkan dirimu menjadi korban.

22. Zakiah
Terlalu pemarah akan dikorbankan. Seperti suamiku dan iparnya, tak mampu menahan diri dari kemarahan, terpaksa jadi korban kegegabahannya. Sementara perjuangan masih panjang, ia sudah buru-buru menuju surga.

23. Azizah
(MARAH) Terlalu! Kau menghina mereka yang mengorbankan nyawa untuk masa depan negeri ini. (MENATAP TAJAM) apa kau sudah tidak waras.

24. Zakiah
(TERSENYUM MIRIS). Cobalah berpikir sehat. Jangan memperturutkan amarah.

25. Azizah
(MENGGERUTU). Dasar bodoh! Pengecut!

26. Zakiah
Membiarkan diri masuk perangkap lebih bodoh lagi. Para Upah memasang jaring di setiap sudut, bila salah melangkah selesailah riwayatmu.
27. Azizah
(MARAH) Beu kah! Pengecut kau! Tidak berani menghadapi kenyataan.

28. Zakiah
Kau yang berjiwa kerdil. Bertindak tanpa pertimbangan, pergi sana! Angkat senjatamu, lawan M-16 itu dengan rencong, serang tank dan panser dengan sabit pembabat rumput. Ayo, tunggu apa lagi.

29. Azizah
(GAGAP). Setidaknya aku punya semangat. Semangat, senjata untuk mengalahkan apa saja, satu lagi aku punya keyakinan dan iman. Iman tameng menyongsong maut.

30. Zakiah
Semangat hanya berguna sebagai senjata bagi orang yang cerdas. Sementara iman untuk penyeimbang bagi orang yang berakal. Kita tak bisa mempergunakannya tanpa perhitungan. Bila salah dalam memakai kita sendiri yang hancur tanpa mendapatkan apa yang diingini.

31. Azizah
(MENATAP DENGAN JENGKEL) Kurasa kau tak pantas hidup dijaman seperti ini. Kau tak belajar pada alam, semut saja bila dinjak pasti menggigit.

32. Zakiah
Aku bukan semut.

33. Azizah
Kau lebih bodoh dari semut. Membiarkan diri jadi korban penindasan.

34. Zakiah
Manusia berbeda dengan semut. Semut sekali menggigit setelah itu mati oleh orang yang digigitnya. Manusia memiliki pikiran sementara semut tidak, jadi aku tidak mau belajar pada semut.

35. Azizah
Pengecut! Pandai membalikan kata-kata. Bilang saja kau takut mati, ya kan.

36. Zakiah
Semua yang bernyawa pasti mati. Aku tak mau mati konyol, sedangkan perjuangan masih panjang. (BERPIKIR) cobalah bedakan pengecut dengan berpikir agar tahu beda berani dengan gegabah.

37. Azizah
Pengecut selalu jadikan berpikir sebagai alasan untuk menghindari perlawanan.



---------------------------------------------------------------------------------
HAYATI MUNCUL SAMBIL MENYANYIKAN LAGU SEULANGA KARYA RAFLI SESEKALI DIIRINGI TAWA DAN PEKIKAN HISTERIS. AZIZAH DAN ZAKIAH MEMPERHATIKAN HAYATI.
---------------------------------------------------------------------------------
38. Hayati
(ASYIK DENGAN RAMBUT KUSAMNYA) Cut bang. Pulang bang, cut dek rindu sekali padamu. Wah gagah sekali kau pakai baju itu. Ini senjata ya, bisa untuk menembak rusa bang. Kalau sewaktu-waktu berburu, Cut dek ikut bang. Bang jangan ikut-ikutan mereka lagi ya bang, Cut dek takut, pasukan Upah itu sering tanyai Cut bang sama Cut dek. Jangan ke hutan lagi ya bang, kalau mereka bunuh Cut bang siapa yang mengurus anak kita nanti.....(MENANGIS).

39. Azizah
Kasihan sekali, sudah banyak perempuan seperti ini di kampung kita. Ini akibat kesabaran yang berlebihan.

40. Zakiah
Bukan. Ini akibat tak mampu membedakan makna keberanian dengan kegegabahan. Para lelaki menganggap mereka pemberani bila mati di medan perang. Mereka kira para wanita bangga bila suaminya gugur. Nyatanya, kita menderita tanpa mereka. Menahan kerinduan dan kesedihan serta sendiri mengurus anak-anak. Perlawanan tanpa pehitungan akan menambah korban.

41. Azizah
Dasar egois! Tak mau menerima pendapat orang lain.

42. Zakiah
Kau yang keras kepala tak mau diajak berpikir jernih.

43. Azizah
(MARAH). Kau memang....

44. hayati
(MEMOTONG CEPAT) Hei! Kenapa kalian bertengkar. Dengar! Kata orang kaum Ateuh turun gunung, suami kita kan pulang. Nah, sekarang temani aku ke pinggir hutan. Aku mau jemput suamiku. Ayo temani aku, aku takut jika ada suara tembakan senjata.

45. Zakiah
Tenanglah, siapa namamu.

46. Hayati
(MENYAHUT DENGAN LUGU). Hayati.

47. Zakiah
Pulanglah, nanti suamimu pasti susul kau ke rumah. Aku kenal dia, anaknya Cut Maryam tapi aku tak kenal suaminya. Kata orang suaminya tewas di Sigli, namun tak sekalipun orang kampung lihat suaminya. Mungkin karena pulang malam hari, barangkali.

48. Azizah
Tak penting! Ada yang lebih penting, bagaimana caranya agar dia berkenan untuk pulang agar tak terlibat kontak senjata.

49. Zakiah
Pulanglah, nanti suamimu susul kau ke rumah.

50. Azizah
Jangan dengar dia. Orang bilang suaminya sudah lama gugur di medan perang.

51. Zakiah
(MARAH) Kau menambah beban penderitaannya.

52. Azizah
Kurasa ia sembuh jika mengetahui kenyataan.

53. Zakiah
Kenyataanya adalah dirinya. Kau harus pahami itu.

54. Azizah
Memahami orang gila. (TERTAWA SINIS) kurasa kau sudah mulai gila pula.

55. Zakiah
Jaga mulutmu!

56. Azizah
O, marah rupanya. Kukira kau orang yang penyabar, tadi kau mengajariku tentang kesabaran. Kenapa baru segitu saja sudah marah.

57. Zakiah
(KESAL. MENGANCAM DENGAN RENCONG). Kurang ajar, kubunuh kalau masih berani menghinaku.

58. Hayati
(TERTAWA). Mengapa kalian bertengkar, jangan begitu. Aku mau minta tolong, temani aku menjemput suamiku (MENARIK TANGAN AZIZAH) Aku sangat rindu padanya.

59. Azizah
(MENGHARDIK) Percuma! Suamimu mati ditangan Upah. Pulang sana, aku tak mau terlibat mengurusmu kalau ditempat ini kontak senjata.

60. Hayati
Kontak senjata (TERTAWA GIRANG). Wah! Bila ada kontak senjata disini, pasti suamiku salah satu dari mereka yang bertempur. Aku akan kejar dia, memeluknya. Wah pahlawanku, gagah sekali dia di medan perang. Akan kutumpahkan segala kerinduanku padanya. Semoga itu semua cepat terjadi.

61. Azizah
Dasar orang gila, tak mengerti kenyataan.

62. Zakiah
Sudah aku katakan. Kenyataannya adalah dirinya sendiri. Kau tak pernah bisa memaksa masuk pada kenyataannya.

63. Azizah
Kenyataan yang gila. Ya, sudah! Kurasa aku tak perlu menjelaskan bagaimana kenyataan yang sebenarnya kepada orang gila.

64. Zakiah
Pulanglah Hayati. Berikan anakmu kasih sayang.

65. Azizah
(TERTAWA MENGEJEK). Anaknya baru saja tewas, saat rumah dibakar orang tak dikenal seminggu yang lalu.

66. Zakiah
(MENGHARDIK). Diamlah! Kau selalu mencampuri urusanku. Aku sedang membujuknya agar ia pulang. Aku tak mau dia mati konyol.

67. Hayati
(BERLARI. MENUNJUK PENONTON DENGAN MARAH). Tidak! Kalian bohong semua. Suamiku tidak mati. Suamiku masih hidup, sebelum berangkat ia berjanji cepat kembali. Dia tidak bohong, suamiku bukan lelaki pendusta, ia pasti kembali. Selama hidup dengannya tak sekalipun membohongiku. (MENANGIS). Tidak! Jangan katakan ia mati, ia masih hidup (MENGELUARKAN RENCONG). Kubunuh kau bila bilang suamiku telah mati.

68. Azizah
Berisik! Hei orang gila. Walaupun kau berteriak setinggi langit suamimu tak akan kembali. Ia sudah terkubur di bumi.

69. Zakiah
Diamlah!

70. Azizah
Ia harus mengerti kenyataan. Kita tak boleh membiarkannya dibayangi harapan-harapan.

71. Zakiah
Setidaknya ia masih dapat menikmati alamnya sendiri.

72. Azizah
Alamnya itu, mimpi yang tak pernah nyata.

73. Zakiah
Lebih baik ia bermimpi daripada tersiksa oleh kenyataan.

74. Azizah
Kenyataan itu, sakit. Ia harus menerima bahwa hidup rangkaian kesakitan-kesakitan. Jadi berhentilah membiarkannya berpimpi. Berikan kesadaran dan biarkan ia nikmati kenyataan sebagaimana mestinya.

75. Zakiah
Membuka kenyataan untuknya, membawa dia hidup dalam kematian. Seperti yang kita rasakan sekarang (MENARIK NAFAS PANJANG). Biarkan dia. Aku tak rela ia ikut tersiksa oleh kenyataan

76. Azizah
Justru kau yang tak kasihan, membiarkannya terus-terusan bermimpi.

77. Zakiah
Mimpi itu, kenyataan dirinya.

78. Azizah
Kenyataan tak pernah ada.

79. Zakiah
Ada dan tiada, tergantung bagaimana memandangnya.

80. Azizah
Persepsi orang gila. Memandang hidup dengan gila. Kegilaan yang paling gila ketika menyakini sesuatu ke-ada-an yang sebenarnya tidak ada.

81. Hayati
(HAYATI TERTAWA KERAS. MEMAINKAN RENCONG SEPERTI MENIMANG ANAK). Oh, Cut bang. Kapan kau pulang. Apa? Kau pandai sekali membuat hatiku bahagia. Bang anak kita sudah lahir, sejak Cut Bang pergi aku urus semua sendiri, tapi tak mengapa yang penting kau sudah pulang sekarang bang. Lihat ini bang (MENINABOBOKKAN ANAK DENGAN SYAIR DODA IDI ACEH) Siapa kau beri nama anak kita bang. Aku beri nama Brahim, Cut bang setuju kan? Ini bang (MENYERAHKAN RENCONG) Apa?! Kau tak mau menggendongnya. Kenapa kau bang, tidak ingin memeluknya, apa tak suka padanya. (MENELITI) Bang mengapa hanya diam. (MENANGIS) Kau mau ke hutan lagi, jangan bang. Tinggallah dulu barang dua hari dikampung, aku masih rindu padamu. Jangan pergi bang, jangan tinggalkan aku (HISTERIS) jangan! Aku belum puas bermanja denganmu.

82. Azizah
(MENANGIS) Aku tak tahu harus berbuat apa kalau sudah begini. (ZAKIAH HANYA MENATAP KOSONG. AIR MATANYA MENGALIR DI PIPI). Zakiah, aku bicara padamu. (ZAKIAH MENYEKA MATANYA YANG BASAH). Zakiah! Kau dengar aku.

83. Zakiah
(TERSENTAK. MARAH) Aku dengar! Tidakkah bisa berhenti menggerutu. Aku bosan dengan plintat-plintutmu.

84. Azizah
Baiklah, aku diam.

85. Hayati
(GEMBIRA. TERTAWA) lihat. Itu suamiku pulang. Cut bang! Cut Bang! (BERLARI KE SILHUET. AZIZAH MENGEJARNYA ).

86. Azizah
Tenanglah hayati. Itu hanya sebatang pohon mati, tenanglah. (HAYATI MERONTA-RONTA).

87. Hayati
Lepas! Itu suamiku. Dia datang dengan sepasukan anak buahnya, gagah sekali kelihatannya. Kau tak melihatnya, apa sudah buta, jelas aku melihatnya. Cut bang! Cut Bang! Aku disini.

88. Azizah
Tidak ada apa-apa hayati.

89. Hayati
Wah! Sudah benar-benar buta. Lihat disana, yang memimpin pasukan itu kan suamiku. Cut bang! Cut Bang! Kesini bang.

90. Azizah
Yang kau tunjuk itu, pohon mati.

91. Hayati
Bukan! Itu suamiku. Minggir kau (MERONTA MELEPASKAN PEGANGAN AZIZAH). Kau menghalangiku menyongsongnya.

92. Azizah
Tidak ada apa-apa. Zakiah, tolong aku. Bujuk dia agar tidak berlari.

93. Zakiah
Lepaskan saja dia.

94. Azizah
Kau sudah kehilangan kewarasanmu rupanya. Kalau dia lari ke pohon kering itu, ia akan jatuh ke jurang. Bukankah kau tahu di balik pohon itu ada jurang yang sangat dalam.

95. Zakiah
Biarkan saja dia jatuh agar terlepas dari penderitaannya.

96. Azizah
Kau memang sudah gila, kalau dia jatuh dia pasti mati.

97. Zakiah
Itu yang kau mau, kan. Kalau dia mati tentu berakhir semua deritanya.

98. Azizah
Tolong aku. Ayo! Aku tak kuat menahannya.

99. Zakiah
(MEMBENTAK) Lepaskan saja. Kalau dia jatuh usailah mimpi dan penderitaannya.

100. Azizah
Kau yakin.

101. Zakiah
Yakin apa.

102. Azizah
Yakin dia akan bebas dari mimpi-mimpinya.

103. Zakiah
Kalau tak percaya, pegang saja dia sampai bosan.

104. Azizah
Pergilah. (HAYATI TERSENYUM). Aku tak menghalangimu. (TERTAWA) kenapa kau menertawaiku. Ayo pergi sana!

105. Hayati
Aku membohongimu. Aku tak melihat apa-apa disana. (ZAKIAH TERTAWA).

106. Azizah
(JENGKEL). Ek leumo kah. (HAYATI TERTAWA LIRIH) Dasar perempuan gila.

107. Hayati
(SERIUS). Aku tidak gila. Kau yang gila.
108. Azizah
Beraninya kau menghinaku. Aku waras, kau yang gila.

109. Hayati
(MENYEKAP AZIZAH. LALU MENGANCAM DENGAN RENCONG). Kau perempuan gila. Mengakulah kalau kau gila atau kutusuk urat lehermu dengan rencong.

110. Azizah
Zakiah, tolong aku.

111. Zakiah
Turuti saja kemauannya.

112. Azizah
Tapi aku tidak gila.

113. Zakiah
Pilih waras tapi mati atau pilih gila tetap hidup.

114. Azizah
(BERPIKIR. GAGAP) ya, kuakui. Aku memang gila.

115. Hayati
(MENDORONG AZIZAH. TERTAWA BANGGA). Sudah aku duga. Kau memang gila. Tak perlu kau ulangi lagi. Orang gila memang tak mampu melihat siapa yang sebenarnya waras. Orang waras selalu saja menumpang kenikmatan pada kegilaan orang gila. (HAYATI TERTAWA PANJANG).

TERDENGAR SUARA HELIKOPTER, BERHENTI.LALU SUARA TEMBAKAN MENGGELEGAR SALING BERSAHUTAN.

116. Azizah
Zakiah, ayo kita tinggalkan tempat ini.

117. Zakiah
Mengapa musti pergi. Aku menunggu laporan anak buahku.

118. Azizah
Apa maksudmu. Kau pemimpin pasukan Inong Balee. (TERSINGGUNG). Enak saja menunggu anak buah, memangnya siapa kau. Ayo tinggalkan tempat ini. (KEPADA HAYATI) hei orang gila, ayo kita pergi.

119. Zakiah
(TENANG. MENAHAN KEMARAHAN). Bukankah kau mau melawan. Ayo pergi ke balik bukit itu, disana anak buahku sedang kontak senjata dengan para Upah (MENGELUARKAN PISTOL DARI BALIK BAJUNYA. DAN IA MENGAMBIL SENJATA LARAS PANJANG, DIBAWAH NTIKAR YANG SEDANG DIANYAMNYA). Ini ambil, kau tak mungkin melawan mereka dengan rencong. Mereka pakai panser dan tank.

120. Azizah
Kau panglima Inong Balee.

121. Zakiah
Tak perlu aku katakan padamu. Apa yang kau anjurkan telah lama aku perjuangkan. Aku tak suka banyak omong, persoalan tak selesai dengan omong kosong seperti itu. (MENATAP JAUH) Siapa yang sedang berjalan kemari.

122. Hayati
(TENANG). Aku mau cerita padamu Zakiah. Tentang seorang lelaki tanah rencong yang bekerja sebagai Upah. Terkapar di tengah jalan tanpa kepala. Orang-orang mengenalinya karena nama dan alamat kesatuan yang melekat dipakaian.

123. Zakiah
Apa maksudmu?

124. Hayati
Istri perempuan itu adalah.........(HAMIDAH MUNCUL DISAMPING ZAKIAH)

125. Zakiah
Siapa kau?

126. Hamidah
Tak perlu kau tanyakan (SINIS). Kau berhutang nyawa padaku (MELUDAH) perempuan pembunuh!

127. Zakiah
(MEMANDANG) Oya, benarkah kau cuak. Pengkhianat negeri ini.

128. Hamidah
Aku berjuang untuk bangsa juga almarhum suamiku.

129. Zakiah
Pengkhianat. Sudah, aku lepaskan kau kalau memang aku berhutang nyawa atas kematian suamimu. Kini aku tebus nyawa itu dengan membebaskanmu, tapi jangan kau ulangi perbuatanmu.

130. Hamidah
Akun inginkan kepalamu seperti yang kau lakukan pada suamiku. Kau harus kupenggal.



131. Zakiah
(MARAH). Aku tahu rasanya kehilangan suami. Makilah aku sepuasmu, aku tak membencimu. Sebagai manusia aku mengerti seberapa besar marahmu padaku. Satu yang harus kau ingat, suamimu mengkhianati negerinya sendiri. Bekerja sebagai Upah dan membunuh banyak kaum kita.

132. Hamidah
Suamiku seorang pahlawan. (LAGU INDONESIA RAYA TERDENGAR SAYUP). Berjuang demi bangsa dan negara yang dicintai. (MENANGIS) suamiku berjuang menyelamatkan cinta dalam sebuah rumah.

133. Zakiah
(MARAH). Jadi karena suamimu bagian dari Upah itu kau anggap kami musuh. Tidakkah kau tahu betapa Upah-upah itu, berenang dalam darah dan airmata kaum kita. Coba kau pikirkan, betapa banyak penderitaan yang terjadi akibat ulah para Upah dinegeri ini.

134. Hamidah
(MENENTANG) Justru darah itu harus tumpah, karena kalian tidak mau menebus dendam dengan cinta.

135. Zakiah
Jangan mengajari aku. Kau ada disini juga karena dendam.

136. Hamidah
Aku akui, setidaknya aku tetap mempertahankan sebuah rumah yang akan kau hancurkan. Kau membuat rumah baru yang belum tentu memberikan kedamaian kepada kita.

137. Zakiah
Pergi kau dari hadapanku, sebelum aku berubah pikiran. Kita semua memang sedang kehilangan, tapi tak guna saling bunuh antara sesama kaum kita. Aku mengampunimu karena kau masih kaumku sendiri. Aku berharap kau menyadari pentingnya perjuangan ini. Jadi jangan menghancurkannya.

138. Hamidah
Kau kira perjuanganku tidak penting bagi diriku. Aku berjuang demi bangsaku, bangsa yang kucintai.

139. Zakiah
Bangsa apa. Bangsa yang kau perjuangkan itu tidak menegakkan syariat. Bangsa itu kafir.

140. Hamidah
Menegakkan syariat dengan paksa tidak pernah diajari dalam agama kita.

141. Zakiah
Kita diperintahkan menegakkan amar makruf nahi mungkar dengan tangan kita.

142. Hamidah
Itulah kalian berkeras dengan kebenaran. Sedangkan kami tidak pernah diberikan untuk berpendapat. Bila tak keras kepala, tak akan ada peperangan ini. Tak menjamur janda-janda di kampung ini. Anak-anak yatim tak sebanyak sekarang. Aku masih berharap suatu ketika perang ini usai dan dapat hidup tenang, tanpa letusan senjata.

143. Zakiah
Kami akan menuntut hak dengan segala kemampuan. Meski sedikit lelaki tersisa, para wanita mengangkat senjata melanjutkan perjuangan suami mereka.

144. Hamidah
Lihatlah, yang kau hadapi itu bangsa sendiri. Sungguh mengerikan. Saling bunuh dalam sebuah rumah untuk tujuan yang tidak jelas.

145. Zakiah
Apanya yang tidak jelas. Perjuangan ini menegakkan sendi kebenaran.

146. Hamidah
Kebenaran yang diracuni dendam. Tidak adakah jalan berdamai. Berkali-kali Upah menawarkan perdamaian, tapi kalian menolak. Lihatlah di luar sana para oportunis asyik berenang dalam airmata dan darah kita. Mereka dengan gembira mengirim berita penderitaan sebagai dagangan yang laku di luiar negeri.

147. Zakiah
Jangan kau gurui aku. Memang cara pikir kita berbeda. Tak mungkin menyatukan sesuatu yang berbeda. Kita berbeda menatap dunia, dan berbeda pula menyimpulkannya.

148. Azizah
Piyoh Dilee. Tunggu dulu. Zakiah, bukankah kau pernah mengatakan bahwa Upah itu hanya suruhan. Ibarat anjing yang ditugaskan untuk berburu, kini mengapa kau menolak tawaran perdamaian. Bukankah bila jurangan anjing tidak lagi ingin menangkap buruannya, anjing itu tidak lagi berbahaya. (TERDENGAR SUARA HELIKOPTER)

149. Zakiah
Inikah perdamaian. Tawaran macam apa ini, mereka menawarkan perdamaian sementara kita terus diburu dan dibunuh. Lihatlah sekeliling, anjing-anjing itu sangat jelas salakannya dan buruannyapun semakian ramai berkeliaran. Perdamaian macam apa yang diharapkan saat kontak senjata terus terjadi. Aku berharap bila mereka ingin berdamai, mereka harus ikat dulu anjig-anjing yang mereka pelihara. (MENCARI-CARI). Mana si gila tadi.



150. Hamidah
Barangkali pergi mengikat anjing.

151. Zakiah
Apa maksudmu?

152. Hamidah
Pikirkan sendiri. O ya, kami bangsa kalian sendiri dan sebagian lagi adalah kaum kalian.

153. Zakiah
Perdamaian ini memakai metode berburu. Mereka semua sama dengan kita manusia juga. Bila aku anggap mereka benar-benar anjing, sudah kupenggal lehermu karena mengambil anjing sebagai suami. Perburuan di tanah rencong inilah yang kami sebut metode melepas anjing. Oya, apa yang kau maksud dengan kata-kata mengikat anjing tadi.

154. Hamidah
Lihat sekeliling Zakiah. Siapa yang mengepung kita. Anak buahmu atau anjing pemburu.

155. Zakiah
Mereka banyak sekali. Mundur ke jambo dua. (LAMPU PADAM. TERDENGAR BUNYI SENJATA BERSAHUT-SAHUTAN. TERLIHAT SILHUET HIDUP DAN DUA LELAKI DENGAN GERAKAN SEUDATI PEULOET MANOK. TERDENGAR SYAIR LAGU SEULANGA MILIK RAFLI).


TAMAT
Padangpanjang, 21 April 2009.
Hasil rivisi Ulang
Salam Kreatif.
(Wiko Antoni/Sulaiman Juned)